“Jika kayu-kayunya dibabat habis, hutan-hutan terbakar, gunung-gunung pun gundul, maka sewaktu-waktu banjir akan menjadi bom waktu bagi kita semua.”
Ditengah persiapan pesta pora akhir tahun, ada banyak ujian yang telah kita lewati bersama, salah satu yang ramai dibahas di lingkungan sosial adalah kejadian yang tidak disangka dan tidak diinginkan oleh kita semua. Konflik antar kampung (kamis/24/2014) kemarin, menjadi pusat perhatian masyarakat Dana Mbojo, informasi itupun mencuat di media sosial, media cetak maupun di televisi nasional.
Dibalik peristiwa yang membuming itu, ada beberapa hal-hal yang dilupakan, atau mungkin peristiwa ini tidak terlalu penting untuk dibicarakan atau di angkat di media. Tapi menurut saya, peristiwa ini sangat penting untuk diketahui bersama.
Sehari sebelum terjadinya perang antar kampung, tepat pada rabu 23 desember 2014 sekitar pukul 17:00 Wita, disebelah utara Kota Bima terjadi banjir yang merendam hingga 876 rumah. Akibat jebolnya tanggul di lingkungan Gindi Kelurahan Jatiwangi ini, setidaknya 5 wilayah yang juga ikut terendam. Permukiman warga yang dilanda banjir di Kelurahan Melayu sebanyak 410 rumah, sedangkan di Sarae sebanyak 27 rumah, kemudian di Kelurahan Jatiwangi sebanyak 167 rumah dan di Nae tercatat 167 rumah warga. (http://bali.bisnis.com/m/read/20141224/74/48422/banjir-genangi-876-rumah-warga-bima-distribusi-logistik-lancar)
Tim relawan yang tergabung dari barisan Basarnas Bima, BPPD Kota Bima, Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) dan Tim Siaga Bencana Kelurahan (TSBK) turun ke lokasi banjir yang melanda lima desa tersebut . Arus deras rabu lalu juga menyeret Arya (10) bocah Tolobali, Kelurahan Sarae, Kota Bima.. Bocah ini ditemukan oleh warga sekitar muara sungai dekat tumpukan sampah, bocah itu ditemukan tidak bernyawa lagi. (http://www.aktual.co/hukum/bocah-korban-banjir-di-bima-ditemukan-di-tumpukan-sampah?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter)
Di Kelurahan Panggi Kota Bima, tepat pada Sabtu 26 Desember 2014, ratusan rumah juga tergenang banjir. Banjirnya memang tidak sebesar banjir aceh beberapa hari lalu atau banjir didaerah jawa yang dengan mudah masuk media lokal maupun nasional. Banjir di Kelurahan Panggi ini merupakan banjir bawaan dari gunung sekitar.
Saya pribadi, bukan bermaksud membahas kembali banjir beberapa hari lalu. Tapi ini sebagai refleksi kita semua kedepannya, karna banjir merupakan hal yang tidak dapat kita hindari pada musim hujan tiba. Namun dalam hal ini, mari bersama melihat pada konteks bagaimana banjir besar itu datang secara tiba-tiba dan mengalir deras di kampung-kampung. Kita telah mengetahui bersama, secara umum terjadinya banjir besar diakibatkan dari gundunglnya hutan beserta gunung disekitar kita yang akan menyebabkan penyempitan daya tamping air. Banjir bukan hanya disebabkan tingginya curah hujan tapi juga karena alam tidak bisa lagi menampung air hujan akibat lingkungan rusak, hutan banyak yang gundul, selain itu hujan yang turun terus menerus menimbulkan banjir di beberapa wilayah, terutama di timur, selatan dan utara Kota Bima, begitupun di Kabupaten Bima dan Dompu serta diberbagai wilayah lainnya di Indonesia.
Akar tumbuhan merupakan salah satu media penyerap air hujan yang meluap, penyerapan akar tumbuhan berfungsi saat datang banjir yaitu dapat menyerap air dengan volume yang banyak. Jika dalam keadaan gundul maka tidak ada media yang dapat menyerap luapan air hujan, oleh karena itu banjir datang dan melanda kemana-mana, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadinya tanah longsor.
Namun, hal ini berkali-kali terjadi, hutan tetap saja dijarah, sedangkan penanaman kembali tidak secepat penjarahan itu terjadi. Semestinya kita bersatu dengan alam dan memelihara lingkungan sekitar. Jika lingkungan dirusak, akibatnya sungguh luar biasa, dan akhirnya manusia juga yang menderita. Padahal kekeringan, dan perubahan pola iklim akan memengaruhi ketahanan pangan pula. Selain itu, juga mengundang bencana alam, berupa banjir dan tanah longsor.
Dilain sisi, upaya pemerintah terkait dalam melakukan upaya komunikasi terhadap masyarakat tani sekitar hutan dan gunung yang melakukan aktivitas tidak berjalan dengan baik. Upaya konservasi alam tidak ditata dengan baik. Tingkat sosialisasi terhadap pengurangan dan penanggulangan terjadinya bencana tidak efektif dilakukan diberbagai wilayah yang memang dianggap rawan terjadinya banjir. Terlalu naïf jika kita selalu menyalahkan pihak terkait dalam hal ini, tapi kita semua perlu mengambil peran masing-masing dalam menjaga dan memelihara ekosistem dan keharmonisan alam sekitar.
Saya pribadi turut berduka cita yang mendalam terhadap musibah yang dialami oleh saudara kita yang berada diwilayah terjadinya banjir. Dan mengucapkan terima kasih terhadap kerja keras segenap Tim relawan siaga bencana Kota Bima yang tergabung dari barisan Basarnas Bima, BPPD Kota Bima, Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) dan Tim Siaga Bencana Kelurahan (TSBK) yang tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi pengurangan resiko banjir. (Ardi)
Upaya penanggulangan bukan hanya disaat terjadinya banjir, tapi justru yang harus kita tingkatkan adalah pengurangan resiko sebelum terjadinya banjir.
Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
(Ebit G. Ade)
0 comments :
Post a Comment