Dalam sejuk sunyi angin laut amahami dengan senja yang mulai
beranjak menuju peraduannya. Terduduk seorang diri menikmati hitamnya kopi
Amahami. Tak ada cinta disini, aku pun tak melihat mereka berbagi cerita
tentang indahnya Dana Mbojo. Sejarah memang masa lalu, tapi indah untuk
diceritakan dan diabadikan. Tapi mungkin di jaman yang serba gaul ini, kenangan
masa lalu tak gaul untuk diperbincangkan dan kegaulan semakin menggauli akal
pikiran kita.
Indah bukan main, disaat
bulan dan bintang di langit sana menjadikan laut amahami yang tenang itu
berkilau bak permata. Pikiranku kosong, dan hatiku hening dibuatnya, sedang
jiwaku seakan mengembara mengelilingi panorama yang menakjubkan itu. Entah
mengapa, mataku selalu tertuju pada bibir laut diseberang sana. Terlihat sunyi
senyap mencekam seorang diri tanpa hingar bingar nyanyian bising. Itu sebuah
gunung kecil yang membentang ke laut. Apakah itu Nisa Soma yang sering orang
katakan, yang didalamnya terdapat benteng Asakota sebagai benteng pertahanan
kerajaan kala itu.
Sebagaimana pengorbanan Sultan Abdul Khair Sirajuddin yang meninggalkan Makassar. Karena tidak
ingin mengorbankan kerajaan besarta rakyatnya berada pada tangan kompeni
melalui perjanjian bongaya. Dan kedua pahlawan itu membentuk kekuatan armada
angkatan laut Bima. Benteng yang dibangun sekitar tahun 1667 di sebuah pulau
kecil yang diberinama Nisa Soma inilah sebagai cikal bakal benteng pertahanan armada
laut Bima yang diberi nama Pabise. Benteng Asa Kota yang sekaligus merupakan
pintu masuh menuju Bima. Dengan batu2 yang tersusun rapi sebagai benteng
pertahanan. Juga untuk mengintai dan menghalau kapal-kapal kompeni dan
perompak. Namun kini seakan cerita itu hilang ditelan bumi. Begitu sunyi tanpa
penghuni, tak ada yang merawatnya dan diapun hidup sebatang kara. Pikiranku
menjadi liar dan hatiku resah gelisah memandang kenyataan ini.
Sesaat aku terdiam dan membayangkan keindahan sebuah menara dan
gapura termegah di Paris-Perancis sana. Mendengar kata Paris, kita tertuju pada
suatu tempat romantis yang menyimpan sejuta keindahan, tempat mereka tertawa
gembira, tempat mereka berbagi cerita dan kisah, serta tempat di mana mereka
berbagi cinta dan kasih sayang. Eiffel. Iya, menara Eiffel yang mengagumkan
itu. Disinilah awal hati itu berirama dengan jiwa-jiwa yang mengalun sunyi
bersama nyanyian sejuk angin Paris. Paris,, tempat dimana cinta bukan sekedar
kata, Tempat dimana kamu selamanya takkan pernah melupakan kenangan terindah
dalam hidupmu. Wonderful life, Begitulah ungkapan hati orang2 saat berkunjung
di kota yang berjuluk romantis itu.
Monumen gerbang kemenangan Napoleon Bonaparte Arc de Triomple yang
juga merupakan gapura terbesar dalam sejarah, mengantar imajinasi kita pada
masa kejayaan Bonaparte. Mungkin Napoleon terinspirasi sejak dia berdiri di
atas menara dan menembakkan pendukung royalis yang rusuh kala itu kali ya,
hehe. Hmm Leon memang keren :D.
Haru biru hati para pengunjung tak tertahan lagi, bagaimana tidak.
Tempat2 bersejarah itu membawa kita pada masa2 kelam yang mencekam penuh dengan
darah dan air mata. Jika di ingat2 cerita orang tua dulu, atau yang kita baca
lewat buku. Sungguh, terasa benar2 berada pada masa tanpa cinta :).
Seandainya Benteng Asa Kota layaknya Arc de Triomple monument
gerbang kemenangan Napoleon kala itu, atau dibangun menara kecil untuk menemani
kesendirian Benteng Asa Kota. Sungguh luar biasa. Atau setidaknya susunan
batu-batu itu dibenahi dan di rekonstruksi kembali, Sebagai bentuk
penghargaan dan penghormatan kepada para pejuang Dana Mbojo melawan belanda
kala itu. Dan sebagai kenangan sejarah untuk kita saat ini dan generasi
mendatang. Benteng Asa Kota lah yang menjadi kekuatan penting rakyat Dana
Mbojo. Benteng Asa Kota juga dapat dijakan destinasi wisata sejarah. Tempat
dimana kita dapat berbagi cerita dan kisah masa lalu, kini dan yang akan
datang. Sungguh indah.
“Tempatkan sesuatu pada tempatnya. Tempatkan impiannmu dimasa
depan, dan jadikan sejarah sebagai tempat mencari pelajaran”
0 comments :
Post a Comment