Duduk
di pojok utara alun-alun sera suba di bawah sejuk rindang pohon akasia, sambil
mengambil beberapa gambar tukang sate yang sedang asik mengipas puluhan tusuk
dagingnya di atas bara yang menyala. Meski kepulan asap membuat matanya perih
dan sesekali butir keringat meleleh di dahinya, namun ia tak urung berhenti
mengipas. Mungkin karena chemistrynya dengan pelanggan yang sudah mulai
mengerutkan dahinya karena lama menunggu. Hehe
Ditengah
menikmati bahasa tubuh si tukang sate dan pelanggangnya, terlihat aktivitas
lalulintas yang tak pernah berhenti, di perempatan menuju pasar raya Bima.
Aktivitas pasar memang sedikit berisik, dengan gedung-gedung yang tinggi dan
rapat. Juga sesaknya kaki lima yang tak tertata rapi hingga kini. Mengingat
sekarang musim hujan, sungguh tak dapat kubayangkan. Para pedagang dengan
tongkat cirri khasnya yang digunakan sebagai alat untuk mengambil barang yang
di pajang. Namun tongkat itu, malah disulap untuk menusuk atap tarpalnya yang
dipenuhi air hujan. Dan air itu pun susah mencari tempat keluar, hingga
mengeluarkan harum yang tak enak. Hufff. Bagaimana tidak, drainasenya hanya
sejengkal besarnya.
Disebelah
timur sera suba justru aktivitas tidak begitu ramai. Di dalamnya terlihat
segerombolan rusa yang sedang asik menikmati rumput hijau, atau mungkin juga
mereka sedang bertanya pada rumput yang bergoyang. “kenapa bangunan ini sepi
sekali ya?” Ah, pikiranku mulai ngelantur tak karuan. Benar saja, yang
berkunjung ke tempat ini hanya beberapa orang per harinya, sungguh jauh dari
bayanganku. Padahal di sana terdapat bangunan bersejarah yang indah untuk
dijelajahi. Sebelum masuk kesana, kita akan disambut oleh gerbang bertingkat
tiga yang klasik, tua dan antik. Atapnya seperti masjid dan juga terdapat
lonceng. Orang-orang dahulu menamakan gerbang itu “Lare-Lare” yang merupakan
gerbang resmi kesultanan untuk menyambut tamu-tamu agung dari luar Bima. Belum
masuk kedalamnya, mataku sudah terbelalak melihat keunikan struktur bangunan
gerbang itu.
Halamannya
terdapat rumput hijau dengan taman bunga yang indah, seakan berada di atas
safana penuh bunga dan ilalang yang menari-nari. Di bagian barat terdapat
meriam kuno dan tiang bendera yang menjulang tinggi, terbuat dari kayu jati
Tololai (Ambalawi) yang dibangun oleh Sultan Abdullah. Rindang pohon mangga
disebelah selatan menawarkan kesejukan tersendiri, menambah indah Istana
Kesultanan Asi Mbojo.
Istana
Bima ini dibangun dengan gaya Eropa yang dirancang oleh seorang arsitek Ambon,
Obzichter Rehatta. Mulai dibangun pada tahun 1927. Ia dibantu oleh Bumi Jero
Istana. yang kini telah beralih fungsi sebagai Museum Daerah itu adalah sebuah
bangunan permanen berlantai dua yang merupakan panduan arsitektur asli Bima dan
Belanda. Istana diselesaikan selama tiga tahun, dan resmi menjadi Istana
Kesultanan Bima pada Tahun 1929. Pembangunan istana dilakukan secara karawi
kaboro (gotong royong) oleh masyarakat, sedang sumber pembiayaan berasal dari
anggaran belanja kesultanan. Dan berubah status menjadi museum pada
tahun 1989, serta pada bulan Maret 2008 menjadi UPTD Museum Asi Mbojo.
Foto: pick |
Mendengar
kata museum, pikiranku tertuju pada Louvre Museum bekas Istana Kerajaan
Perancis yang merupakan salah satu museum terbesar di dunia, dengan kunjungan 8
juta orang per tahunnya. Saking ramainya, kita harus mengantri untuk masuk dan
melihat 35 ribu obyek seni dari jaman prasejarah hingga abad ke-19 dan lebih
dari 380 ribu obyek pameran. Luar biasa bukan. Juga terdapat bangunan piramida
Louvre dan Piramida terbalik, yang mungkin bangunan ini terinspirasi dari kisah
perang Bonaparte yang gagal menang di Mesir kala itu. Karena gagal, akhirnya di
buatlah dua Piramida itu. Hehe.
Ada
satu lukisan misteri yang seperti magnet menarik para pengunjung diseluruh
dunia, seolah-olah lukisan itu menjadi ikon Louvre museum. Apalagi kalau bukan
karya monumental Leonardo Da Vinci yang terkenal sepanjang sejarah itu. Lukisan
Mona Lisa dengan senyumnya yang misteri hingga kini. Dan konon, seniman
perancis bernama Luc Maspero lebih memilih kematian dari pada memahami misteri
di balik senyuman pada lukisan wanita ini. Amazing. Ingin rasanya melihat lebih
dekat lukisan Mona Lisa itu, mungkin bisa mengungkap misteri dibalik
senyumannya. Cccciiiiah kelaut sana. Juga dua masterpiece lain yang sekarang
kian populer setelah menjadi setting lokasi dalam novel The Da Vinci Code.
Pernah nonton film ini gak?, kalau belum silakan di download sendiri. Hehe.
Kembali
ke leptop. Sebelum menginjak pelataran bangunan Asi Mbojo, saya sempat
membayangkan akan menemukan lukisan perempuan tangguh Kumala Bumi Partiga yang
merupakan satu-satunya Sultan perempuan. Layaknya lukisan Mona Lisa di Louvre
museum. Dan dapat menemukan lukisan-lukisan bersejarah dan karya seni lainnya.
Atau benda-benda bersejarah yang katanya di dalam museum Asi Mbojo terdapat
Mahkota Raja dan benda pusaka yang terbuat dari emas. Itu baru bayangan lo.
Setelah
saya benar-benar menuju pintu Asi Mbojo dan masuk kedalam ruangannya, memang
membuat saya terkagum melihat kontruksi klasik bangunannya, terutama tangga
yang terbuat dari kayu jati dan juga bangunan di tingkat dua Asi Mbojo.
Beberapa jam mengelilingi satu persatu ruangannya, tak terlihat Mahkota Raja
dan benda Pusaka yang katanya terbuat dari emas itu. Apakah sudah disimpan di
brangkas pemerintah daerah kali ya!, mungkin takut dicuri orang, akhirnya
disimpan ditempat yang aman. Juga tak kulihat lukisan-lukisan bersejarah yang
kubayangkan tadi, atau setidaknya lukisan wajah Ina Ka’u Mari (H. Siti Maryam)
yang telah berjuang menyelamatkan catatan sejarah Dana Mbojo. Ada beberapa
karya seni dan benda-benda yang bernilai filosofis. Juga beberapa foto jaman
dulu yang di pajang di dinding-dinding.
Saya
pernah melihat lukisan makam sultan di Tolo Bali dan beberapa lukisan lainnya
di internet, entah itu lukisan peninggalan siapa. Dan lagi-lagi tak kulihat
lukisan ini terpajang di museum Asi Mbojo. Sekali lagi saya bermain dalam
banyangan. Betapa indah dan ramainya Asi Mbojo jika yang kubayangkan tadi
benar-benar ada. Tidak hanya diramaikan dengan kegiatan-kegiatan tahunan
seperti festival keraton dan U'a Pua saja. Pun jika satu kali seminggu
saja diseputar pelataran Asi Mbojo diramaikan oleh para budayawan,
pelukis, seniman, penyair, photografer dengan kegiatan2 kebudayaan. Yang
merupakan cikal bakal terciptanya karya-karya besar, yang akan di pamerkan dan
menjadi daya tarik tersendiri di museum Asi Mbojo untuk dilihat oleh banyak
orang sebagai bentuk penghargaan terhadap karya generasi Dana Mbojo. Sungguh
luar biasa.
Dan
hari ini, saya kembali bermimpi.
Literatur : Dari berbagai sumber
Apakah kamu sudah tau prediksi mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
ReplyDelete