Louvre Museum dan Sepinya Asi Mbojo

“Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran” (James Thurber)

Duduk di pojok utara alun-alun sera suba di bawah sejuk rindang pohon akasia, sambil mengambil beberapa gambar tukang sate yang sedang asik mengipas puluhan tusuk dagingnya di atas bara yang menyala. Meski kepulan asap membuat matanya perih dan sesekali butir keringat meleleh di dahinya, namun ia tak urung berhenti mengipas. Mungkin karena chemistrynya dengan pelanggan yang sudah mulai mengerutkan dahinya karena lama menunggu. Hehe

Ditengah menikmati bahasa tubuh si tukang sate dan pelanggangnya, terlihat aktivitas lalulintas yang tak pernah berhenti, di perempatan menuju pasar raya Bima. Aktivitas pasar memang sedikit berisik, dengan gedung-gedung yang tinggi dan rapat. Juga sesaknya kaki lima yang tak tertata rapi hingga kini. Mengingat sekarang musim hujan, sungguh tak dapat kubayangkan. Para pedagang dengan tongkat cirri khasnya yang digunakan sebagai alat untuk mengambil barang yang di pajang. Namun tongkat itu, malah disulap untuk menusuk atap tarpalnya yang dipenuhi air hujan. Dan air itu pun susah mencari tempat keluar, hingga mengeluarkan harum yang tak enak. Hufff. Bagaimana tidak, drainasenya hanya sejengkal besarnya.

Disebelah timur sera suba justru aktivitas tidak begitu ramai. Di dalamnya terlihat segerombolan rusa yang sedang asik menikmati rumput hijau, atau mungkin juga mereka sedang bertanya pada rumput yang bergoyang. “kenapa bangunan ini sepi sekali ya?” Ah, pikiranku mulai ngelantur tak karuan. Benar saja, yang berkunjung ke tempat ini hanya beberapa orang per harinya, sungguh jauh dari bayanganku. Padahal di sana terdapat bangunan bersejarah yang indah untuk dijelajahi. Sebelum masuk kesana, kita akan disambut oleh gerbang bertingkat tiga yang klasik, tua dan antik. Atapnya seperti masjid dan juga terdapat lonceng. Orang-orang dahulu menamakan gerbang itu “Lare-Lare” yang merupakan gerbang resmi kesultanan untuk menyambut tamu-tamu agung dari luar Bima. Belum masuk kedalamnya, mataku sudah terbelalak melihat keunikan struktur bangunan gerbang itu.  

Halamannya terdapat rumput hijau dengan taman bunga yang indah, seakan berada di atas safana penuh bunga dan ilalang yang menari-nari.  Di bagian barat terdapat meriam kuno dan tiang bendera yang menjulang tinggi, terbuat dari kayu jati Tololai (Ambalawi) yang dibangun oleh Sultan Abdullah. Rindang pohon mangga disebelah selatan menawarkan kesejukan tersendiri, menambah indah Istana Kesultanan Asi Mbojo.

Istana Bima ini dibangun dengan gaya Eropa yang dirancang oleh seorang arsitek Ambon, Obzichter Rehatta. Mulai dibangun pada tahun 1927. Ia dibantu oleh Bumi Jero Istana. yang kini telah beralih fungsi sebagai Museum Daerah itu adalah sebuah bangunan permanen berlantai dua yang merupakan panduan arsitektur asli Bima dan Belanda. Istana diselesaikan selama tiga tahun, dan resmi menjadi Istana Kesultanan Bima pada Tahun 1929. Pembangunan istana dilakukan secara karawi kaboro (gotong royong) oleh masyarakat, sedang sumber pembiayaan berasal dari anggaran belanja kesultanan. Dan berubah status menjadi museum pada tahun 1989, serta pada bulan Maret 2008 menjadi UPTD Museum Asi Mbojo.

Foto: pick
Mendengar kata museum, pikiranku tertuju pada Louvre Museum bekas Istana Kerajaan Perancis yang merupakan salah satu museum terbesar di dunia, dengan kunjungan 8 juta orang per tahunnya. Saking ramainya, kita harus mengantri untuk masuk dan melihat 35 ribu obyek seni dari jaman prasejarah hingga abad ke-19 dan lebih dari 380 ribu obyek pameran. Luar biasa bukan. Juga terdapat bangunan piramida Louvre dan Piramida terbalik, yang mungkin bangunan ini terinspirasi dari kisah perang Bonaparte yang gagal menang di Mesir kala itu. Karena gagal, akhirnya di buatlah dua Piramida itu. Hehe.
  
Ada  satu lukisan misteri yang seperti magnet menarik para pengunjung diseluruh dunia, seolah-olah lukisan itu menjadi ikon Louvre museum. Apalagi kalau bukan karya monumental Leonardo Da Vinci yang terkenal sepanjang sejarah itu. Lukisan Mona Lisa dengan senyumnya yang misteri hingga kini. Dan konon, seniman perancis bernama Luc Maspero lebih memilih kematian dari pada memahami misteri di balik senyuman pada lukisan wanita ini. Amazing. Ingin rasanya melihat lebih dekat lukisan Mona Lisa itu, mungkin bisa mengungkap misteri dibalik senyumannya. Cccciiiiah kelaut sana. Juga dua masterpiece lain yang sekarang kian populer setelah menjadi setting lokasi dalam novel The Da Vinci Code. Pernah nonton film ini gak?, kalau belum silakan di download sendiri. Hehe.

Kembali ke leptop. Sebelum menginjak pelataran bangunan Asi Mbojo, saya sempat membayangkan akan menemukan lukisan perempuan tangguh Kumala Bumi Partiga yang merupakan satu-satunya Sultan perempuan. Layaknya lukisan Mona Lisa di Louvre museum. Dan dapat menemukan lukisan-lukisan bersejarah dan karya seni lainnya. Atau benda-benda bersejarah yang katanya di dalam museum Asi Mbojo terdapat Mahkota Raja dan benda pusaka yang terbuat dari emas. Itu baru bayangan lo.

Setelah saya benar-benar menuju pintu Asi Mbojo dan masuk kedalam ruangannya, memang membuat saya terkagum melihat kontruksi klasik bangunannya, terutama tangga yang terbuat dari kayu jati dan juga bangunan di tingkat dua Asi Mbojo. Beberapa jam mengelilingi satu persatu ruangannya, tak terlihat Mahkota Raja dan benda Pusaka yang katanya terbuat dari emas itu. Apakah sudah disimpan di brangkas pemerintah daerah kali ya!, mungkin takut dicuri orang, akhirnya disimpan ditempat yang aman. Juga tak kulihat lukisan-lukisan bersejarah yang kubayangkan tadi, atau setidaknya lukisan wajah Ina Ka’u Mari (H. Siti Maryam) yang telah berjuang menyelamatkan catatan sejarah Dana Mbojo. Ada beberapa karya seni dan benda-benda yang bernilai filosofis. Juga beberapa foto jaman dulu yang di pajang di dinding-dinding.

Saya pernah melihat lukisan makam sultan di Tolo Bali dan beberapa lukisan lainnya di internet, entah itu lukisan peninggalan siapa. Dan lagi-lagi tak kulihat lukisan ini terpajang di museum Asi Mbojo. Sekali lagi saya bermain dalam banyangan. Betapa indah dan ramainya Asi Mbojo jika yang kubayangkan tadi benar-benar ada. Tidak hanya diramaikan dengan kegiatan-kegiatan tahunan seperti festival keraton dan U'a Pua saja. Pun jika satu kali seminggu saja diseputar pelataran Asi Mbojo diramaikan oleh para budayawan, pelukis, seniman, penyair, photografer dengan kegiatan2 kebudayaan. Yang merupakan cikal bakal terciptanya karya-karya besar, yang akan di pamerkan dan menjadi daya tarik tersendiri di museum Asi Mbojo untuk dilihat oleh banyak orang sebagai bentuk penghargaan terhadap karya generasi Dana Mbojo. Sungguh luar biasa.

Dan hari ini, saya kembali bermimpi.

Literatur : Dari berbagai sumber
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

1 comments :

  1. Apakah kamu sudah tau prediksi mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong

    ReplyDelete