KM. Ngguwu Mbojo,- Kota Bima, Jum’at sore (13/02) kami berkunjung ke lahan
budidaya Tomat milik seorang petani muda yang mampu memanfaatkan peluang di
tengah mewabahnya pengangguran berdasi. Dewasa ini, peluang kerja semakin
sempit dan berbeda jauh dengan angka mahasiswa yang di wisudakan setiap
tahunnya. Beda halnya dengan pemuda kreatif yang satu ini, karna tidak mau
menunggu dan mencari pekerjaan. Akhirnya dia menciptakan pekerjaan sendiri dan
justru dengan kerja kerasnya, saat ini ia membutuhkan tenaga kerja. Artinya,
tidak hanya menciptakan pekerjaan untuk dirinya, namun juga telah menciptakan
peluang kerja untuk orang lain.
Halim (23 thn), ia memilih bertani di usianya yang terbilang muda. Baginya, bertani di usia muda bukanlah hal yang menakutkan dan ditakutkan. Saya menanam kemauan dan kerja keras, tentu sebagai hasilnya saya akan memetik rupiah. Ungkapnya. Halim tidak seperti pemuda pada umumnya yang suka hidup glamour membuang-buang uang untuk hiburan yang tak berarti, hidup modern dan kebarat-baratan. Meski pernah di ejek oleh teman-teman se usianya, namun ia tidak malu. Apa yang saya kerjakan itu halal dan baik menurut saya. Tambahnya.
Bertani memang susah-sasah gampang, tergantung kita focus dan mendalaminya aja.
Selama empat tahun terakhir ini tantangan memang cukup banyak. Seperti di
awal-awal saya mulai benanam 2011 lalu, ada yang mengejeklah, meremehkan dan
bahkan saya dipandang rendah. Tetapi saya tidak menyerah dalam hal itu, saya
tetap yakin dengan apa yang saya lakukan. Lawan yang membuat saya cepat lemas
hanyalah virus, cuaca dan kendala tenaga kerja. Tiga hal ini merupakan
tantangan tersendiri bagi saya, dan sejauh ini masih bisa teratasi. Ada sekitar
6 (enam) Are saya tanami dengan aneka ragam sayur-sayuran seperti timun, sawit,
kacang panjang dll. Tapi saya lebih focus pada tanaman andalan saya, tomat.
Tambahnya.
Setelah mendapat pelatihan petani muda berbakat yang diselenggarakan selama dua
hari oleh PT Expo Panamera di Surakarta yang juga merupakan tempat yang biasa
Halim memesanan bibit tomat. Dan beberapa minggu di Lombok melihat sekaligus
belajar tentang tata cara budidaya tanaman hortikultura. Berangkat dari
situlah, pengetahuannya bertambah dan tentu berpengaruh kepada keberhasilan. Biaya
yang ia keluarkan mulai dari pembelian bibit, mengolahan lahan, perawatan
hingga pasca panen lumayan besar (dua puluh sampai tiga puluh juta rupiah)
dengan luas lahan sekitar 36/Are. Sedangkan keuntungan yang dihasilkan
bervariasi permusimnya, tergantung harga pasar. Jika harga tomat di Jawa atau
di Lombok naik, maka di Bima pun naik, begitu sebaliknya. Tapi Alhamdulillah
selama tiga tahun terakhir ini saya belum bertemu dengan kerugian, dan
insyaallah saya tetap bersyukur atas hadiah kerja keras yang Tuhan berikan
kepada saya. Ungkapnya.
Meski sampai detik ini saya tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Bima,
terutama Dinas Pertanian. Minimal dapat menghargai yang kami kerjakan,
kreativitas dan inovasi yang juga telah kami lakukan. Selain karna ini
menyangkut bidang pertanian, tapi ini juga terkait keberlanjutan masa depan
generasi daerah, pembangun manusia dan pengembangan potensi alam. Harapnya.
Satu yang membuat ia merasa sangat bangga dengan kerja kerasnya dan justru malu
dengan orang-orang yang tidak menghargai pekerjaannya. Pasalnya 2013 lalu ia
pernah di datangi oleh seorang Prof dan para peneliti lainnya dari PT EAST WEED
SEED INDONESIA (Panah Merah) yang melakukan penelitian khusus terhadap jenis
virus baru dan perkembangan pertumbuhan pada tanaman. Dan Prof ini mengatakan
kepada Halim usai meneliti : “Selama saya melakukan penelitian dari satu daerah
ke daerah lainnya, tidak pernah bertemu dengan petani muda dan semuanya
tua-tua. Saya mengajak pemuda-pemuda untuk bertani, tapi tidak ada yang mau,
tapi kamu justru mau melakukannya. Saya sangat salut dengan kemauanmu.” Inilah
yang membuat halim termotivasi hingga hari ini.
0 comments :
Post a Comment