Bapak M. Saleh namanya, ia berusia 42 thn (empat puluh dua tahun) lahir dan besar dari keluarga sederhana disebuah Kampung kecil di Dusun Tololay Desa Mawu Kec. Ambalawi Kabupaten Bima NTB. Berawal dari profesinya sebagai sopir truk dengan rute Flores – Sumbawa – Lombok – Bali – Jawa – Sumatra, kemudian beralih menjadi sopir bus malam PO Rasa Sayang dengan rute Bima – Mataram – Denpasar – Surabaya – Jakarta, dan sekarang di PO. Surya Kencana rute Bima – Mataram. Dalam perjalanannya dari satu daerah ke daerah lainnya, pria gondrong berhati mulia ini banyak melihat dan menyaksikan gedung-gedung sekolah yang megah di perkotaan dengan kualitas pengetahuan generasi yang cukup luar biasa pula. Berbeda jauh dengan kenyataan di kampungnya yang terpencil itu. Dari situlah muncul keprihatinannya membangun sekolah untuk pengembangan dan keberlangsungan pendidikan generasi yang ada di kampungnya.
Puncak keinginannya membangun sebuah sekolah itu pada tahun 2007 lalu. Perjuangan kerasnya mondar-mandir dari kantor yang satu menuju kantor yang lain untuk mengurus adminstrasi sekolah, menuai hasil. Dengan dana seala-kadarnya yang ia tabung dari gajinya sebagai seorang sopir bus, barulah pada tahun 2008 sekolah itu ia bangun di atas tanah warisan orang tuanya dengan tiang kayu berdinding bambu dan beratapkan seng yang diberi nama sekolah Madrasah Ibtidaiyah Swasta DARUL ULUM TOLOLAI. Tidak hanya itu, pria berkepala empat ini tanpa kenal lelah bolak-balik dari rumah ke rumah mengajak adik-adik di kampungnya yang telah lulus kuliah dan belum bekerja untuk mengajar di sekolahnya. Juga anak-anak di kampungnya yang putus sekolah atau yang tidak memiliki biaya untuk belajar dan mengenyam pendidikan di sekolah gratis yang ia bangun. Tidak sampai di situ, ia harus memikirkan seragam siswanya dan juga gaji para guru yang ia pekerjakan.
Pada awal-awal aktifnya sekolah, jumlah siswanya hanya sebanyak 12 orang dengan satu kepala sekolah dan tiga tenaga pengajar. Aktivitas belajar mengajar para guru dan siswa pun berjalan seala-kadarnya dengan seragam apa adanya dan gaji yang apa adanya pula. Kerelaan para guru mencerdaskan generasi bangsa ini membuat Pak M.Saleh bekerja banting tulang mencari uang siang dan malam tanpa kenal lelah untuk membiayai tenaga pengajar. Tiga tahun berjalan, tidak ada bantuan, dukungan, perhatian dan bahkan tidak ada apresiasi dari pihak manapun terhadap sekolahnya. Pada tahun ke-4 hingga ke-5 berjalan seperti biasa.
Sejak berdiri dan melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), baru tahun 2013 lalu MIS Darul Ulum mendapatkan bantuan dana BOS, itupun tidak seberapa. Hanya cukup untuk membayar pembuatan seragam sekolah bagi siswa dan untuk upah pengajar selama beberapa bulan saja. Tuturnya. Selama proses belajar mengajar di sekolah MIS DARUL ULUM TOLOLAI ini telah banyak mencetak genarasi yang memiliki pengetahuan layaknya siswa yang sekolah di perkotaan, dan bahkan lebih dari itu. Siswa-siswanya bahkan banyak yang menghafal Ayat-ayat pendek beserta artinya, juga pengetahuan lainnya.
Di tengah keterbatasan itu, pada tahun 2014 kemarin ada yang mengangkat kisahnya di jejaring social (facebook), internet (website/blog) dan juga media cetak lokal. Kisahnya terus dikembangkan oleh banyak orang dalam tulisan, dan sekolahnya pun ramai dibahas oleh banyak orang. Bantuan dari para donatur, dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak pun berdatangan. Media nasional seperti Kompas, citizen liputan6.com, dll mengangkat sosoknya. Lewat bantuan banyak orang itu, Alan pun masuk nominasi Dompet Duafa Award 2014 dan akhirnya ia di nobatkan menjadi Pejuang Pendidikan Indonesia 2014. Setelah itu di undang oleh Net TV untuk menjadi nara sumber inspirasi di bidang pendidikan. Metro TV juga tak ketinggalan meliputnya.
Begitulah perjalanan seorang sopir bus pejuang pendidikan yang juga merupakan Ketua Yayasan Mis Darul Ulum Tololai Ini. Suka duka yang dirasakan selama ini ia tepiskan dengan sikap optimis penuh kesabaran. Soekarno pernah mengatakan “Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”. Itulah yang menjadi ‘pegangan’ dan penyemangat bagi Alan dan para guru Pengajar di MIS Darul Ulum tersebut dalam mencerdaskan generasi masa depan.
0 comments :
Post a Comment