“Memanfaatkan potensi yang dimiliki adalah jalan tengah
menuju kedamaian diri dan kelompok.”
Seperti yang diketahui bersama, fenomena
kekinian di kalangan generasi muda dewasa ini cukup memprihatinkan. Lebih-lebih
ditengah generasi muda perkotaan yang cendrung mengikuti budaya-budaya barat
tanpa proses filterisasi yang benar. Tidak menutup kemungkinan hal ini juga
merambat hingga ke perkampungan di lingkup pedesaan. Akibatnya tidak sedikit
muda-mudi jaman sekarang terkesan berpeilaku instan. Sehingga proses edukasi
baik itu kreativitas maupun inovasi jarang kita temukan di lingkungan
muda-mudi. Dalam hal ini akan berefek pula pada meningkatnya angka pengangguran
di suatu daerah. Dan pengangguran adalah salah satu dari sekian pemicu
terjadinya konflik antar pemuda.
Senada dengan itu, Bima tercatat sebagai
daerah dengan tingkat konflik yang cukup tinggi di NTB. Dan fenomena konflik
sendiri menyita perhatian berbagai kalangan. Tiap tahun diskusi dan seminar
tentang “Resolusi Konflik” terus dilakukan dikalangan akademisi, praktisi,
komunitas/organisasi, tokoh masyarakat, pemerintah maupun pihak penegak hukum.
Namun hal itu tidak jarang hanya berakhir di meja opini dan wacana belaka.
Menyikapi soal konflik, sejumlah pemuda desa Roi memilih
berkarya untuk menghindari konflik. Mereka membentuk sebuah komunitas yang
dinamai Bima Bombo Roi-Art (BBR-Art) sebagai ruang ekspresi penyaluran bakat
dan kemampuan serta kreativitas yang mereka miliki. Fokus utama komunitas yang
beranggota kurang lebih 20 orang ini adalah membuat kaligrafi. Beberapa pemuda diantaranya pernah terlibat konflik antara kampung. Dan
mereka mulai mencoba menata kembali hidupnya demi masa depan yang lebih baik.
Desa Roi sendiri terletak di Kecamatan Palibelo Kabupaten
Bima dengan lahan persawahan yang cukup luas, maka tidak heran hampir 80%
masyarakat disana bertani dan berladang. Saat musim tanam tiba, umumnya para
pemuda Desa Roi memilih berada di sawah dan ladang untuk membantu orang tuanya,
begitupun pasca panen. Di tahun-tanun sebelumnya setelah musim tanam selesai
mereka mengisi waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti mencari
hiburan dan berjoget di orgen tunggal, dan tidak jarang memicu perkelahian.
Desa Roi sendiri beberapa kali terlibat konflik dengan kampung sebelahnya desa
Roka. Hal itu sesungguhnya hanya dipicu oleh masalah kecil (kenakalan remaja),
namun dibawa-bawa ke kampung, sehingga akhirnya melibatkan warga lainnya.
Sejak dibentuknya Komunitas BBR-Art, sejumlah pemuda Roi
yang tergabung di dalamnya memilih mengisi waktu dengan kreativitas dan
berkarya selepas musim tanam. Karya kaligrafi yang mereka buat hingga saat ini
sudah ratusan dengan berbagai jenis dan ukuran. Hanya saja tingkat pembelian
kaligrafi masih sangat minim. Untuk itu keterlibatan pemerintah sangat
dibutuhkan, minimal dukungan dan motivasi serta yang terpenting adalah membantu
pada proses promosi.
Kami mulai berkomitmen untuk membangun kesadaran diri dan
generasi terhadap pentingnya menghargai sesama. Cita-cita sederhana kami adalah
Berkarya Untuk Kedamaian. Ungkap Roy Js, Ketua
Komunitas Bima Bombo Roi-Art (KKBR).
"Apa yang kalian lakukan hari ini akan menentukan
apa yang terjadi besok." Kalimat motivasi ini seolah menjadi pembangkit
para pemuda di desa Roi untuk terus menciptakan karya melalui potensi dan
kreativitas yang mereka miliki.
0 comments :
Post a Comment